BANTULAH KORBAN BENCANA ALAM! (Mekar November 2015: Majalah Anak Keuskupan Padang)

BANTUAN UNTUK KORBAN BENCANA ALAM

gambar dp mekar 11 2015Mekar : Cha, bagaimana perasaanmu ketika melihat bencana alam terjadi dan banyak orang menjadi korbannya?

Cha-Cha : Aku sedih, Mekar! Tetapi aku juga jengkel! Karena orang-orang yang tertimpa bencana (misalnya: banjir, tanah longsor) terkadang hanya menjadi korban dari tindakan orang lain yang tidak bertanggung jawab. Tetapi ada juga sih korban dari bencana alam yang bukan karena ulah manusia, seperti: gempa, tiupan angin kencang.

Mekar : Korban dari tindakan manusia yang tidak bertanggungjawab itu apa contohnya, Cha?

Cha-Cha : Lihat saja soal bencana asap yang sekarang meliputi beberapa tempat di Sumatera, bahkan sampai Malaysia dan Singapore! Pembakaran lahan sembarangan mengakibatkan banyak orang menjadi korban dan menderita sakit pernafasan, bahkan ada yang meninggal.

Mekar   : Kamu benar, Cha! Kita berharap pemerintah segera tanggap dan bersama warga mau memberi bantuan.

Cha-Cha : Ya, orang yang menjadi korban bencana tentu perlu ditolong. Kita berharap semua orang harusnya bersahabat dengan alam, memelihara dan merawat alam serta seluruh isinya untuk kesejahteraan bersama, dan bukan merusaknya.

Mekar : Hm… hebat kamu, Cha! Tuhan menciptakan alam dan isinya untuk kebahagiaan umat manusia. Kalau manusia pandai menjaganya tentu tidak akan ada bencana… ya kan?

cover mekar 11 2015

 

 

SANTO YOHANES BERCHMANS

gambar orang kudus mekar 11 2015Orang kudus dari Belgia ini pernah mengatakan, “Jika aku tidak menjadi kudus ketika aku masih muda, maka aku tidak akan pernah menjadi kudus”. Sesungguhnya, Yohanes me-ninggal pada usia muda, yaitu duapuluh dua tahun. Ia telah berhasil mencapai harapannya untuk menjadi kudus.

Yohanes dilahirkan tahun 1599. Sebagai seorang anak, ia amat dekat dengan Ibunya yang sakit-sakitan. Ia suka bergabung dengan teman-teman sebayanya untuk memainkan kisah-kisah yang diambil dari Kitab Suci. Yohanes mahir memainkan kisah Nabi Daniel saat membela Susana yang tidak berdosa. Ketika usianya tigabelas tahun, Yohanes ingin bersekolah untuk menjadi imam. Tetapi cita-cita itu tidak disetujui oleh Ayahnya, karena keadaan ekonomi keluarga yang kekurangan. Ayahnya, Berchmans, memutus-kan untuk memperbolehkan Yohanes menjadi pesuruh di pastoran. Setelah bekerja, Yohanes dapat langsung pergi mengikuti pelajaran di seminari. 

Tiga tahun kemudian, Yohanes Berchmans bergabung dengan Serikat Yesus. Ia berdoa, belajar dengan tekun dan dengan bersemangat memainkan peran-peran dalam drama religius. Ia mempunyai semboyan: “Berilah perhatian besar pada hal-hal kecil”. Semboyan itu ia pegang teguh. Semasa hidupnya, memang Yohanes Berchmans tidak pernah melakukan perbuatan-perbuatan besar yang mengagumkan. Tetapi, ia melakukan semua pekerjaan kecil dengan baik, mulai dari melayani para pastor di meja makan, hingga menyalin catatan pelajarannya.

Ketika ia jatuh sakit, tidak ada dokter yang dapat menemukan penyakit yang dideritanya. Yohanes tahu bahwa ia akan segera meninggal. Tetapi, ia tetap riang gembira seperti sediakala. Ketika dokter memerintahkan agar keningnya dikompres dengan anggur, Yohanes bercanda, “Wah, untung saja penyakit yang begitu mahal ini tidak akan berlangsung lama”.

Yohanes Berchmans wafat pada tahun 1621. Mukjizat-mukjizat terjadi pada saat pemakamannya. Umat mendorong Gereja untuk memberi gelar santo kepadanya. Gereja merayakan hari pestanya setiap 26 Nopember.

 Adik-adik yang terkasih, “Berilah perhatian besar pada hal-hal kecil”, sebagaimana dilakukan oleh Santo Yohanes Berchmans. Ia melakukan semua itu dengan hati yang tulus dan gembira, untuk Tuhan dan untuk membahagiakan sesamanya.

 

MENYADARI KEKURANGAN DIRI

GAMBAR CHC1 mekar 11 2015“To, tasmu masukkan ke dalam laci donk!”, tegur Adit saat melihat tas Dito tergeletak di bawah dekat kaki meja. Tas itu sedikit menghalangi jalan yang ada antara dua barisan meja.

      “Tasku tidak bisa masuk ke dalam laci! Tidak menghalangi jalanmu kan?”, jawab Dito.

      “Tentu saja menghalangi jalan! Nanti kalau tersepak olehku kamu marah!”, ujar Adit jengkel.

      Dito menggeser tas itu mendekati meja dan menyandarkannya ke kaki meja. Adit dan Dito memang sering bertengkar. Masalah sepele saja bisa membuat mereka bertengkar. Semua teman sekelas sudah terbiasa melihat pertengkaran keduanya. Mereka malas mendamaikan keduanya, karena nanti mereka akan berbaikan sendiri. Hanya Ratno yang berkeinginan mendamaikan mereka berdua. “Alangkah baiknya kalau Adit dan Dito bisa menjadi teman baik”, begitu kata Ratno dalam hati saat melihat kedua temannya sedang asyik berbicara.

      Jika tidak ada masalah diantara mereka, keduanya dapat bercakap-cakap dengan gembira. Ratno ingin melihat keduanya seperti itu setiap hari. Suatu hari sepulang sekolah, Ratno mendekati Adit dan menyampaikan keinginannya agar Adit dan Dito selalu rukun.

      “Tidak bisa, No! Kami tidak akan bisa menjadi teman baik”, tolak Adit saat Ratno mengusulkan agar mereka menjadi teman baik.

      Ratno menyampaikan usul itu pada Adit. Rencananya kalau Adit bersedia, tentu tidak sulit untuk mengusulkan hal yang sama pada Dito. Karena Adit menolak, Ratno mencoba mendekati Dito.

      “To, apakah kamu mau menjadi teman baik Adit?”, tanya Ratno.

      “Kamu sudah tahu kan, kalau kami bersama selalu saja ada hal yang dapat membuat kami bertengkar”, ujar Dito.

      “Tetapi… To, kalau kamu dapat menjadi teman baik Adit kan bagus”, kata Ratno lagi.

      “Kamu benar sih No, masalahnya kalau hanya aku saja yang mau, sementara Adit tidak mau bagaimana?”, tanya Dito.

      “Jadi kamu mau menjadi teman baik Adit, To?”, kata Ratno senang. Dari kata-katanya tadi sepertinya Dito memang mau menjadi teman baik Adit, begitu pikir Ratno.

      “Bukan… bukan itu maksudku, No!”, kata Dito.

      “Jangan begitu, To! Kalau kamu mau, aku akan membantu dengan senang hati”, janji Ratno.

      “Baiklah, No!”, ujar Dito akhirnya. Dito memang mau menjadi teman baik Adit, tetapi ia ragu Adit belum tentu mau. Jika Ratno berhasil membantunya, Dito akan sangat bahagia.

      Ratno senang Dito menerima usulnya. Tugasnya sekarang adalah bagaimana caranya meyakinkan Adit akan kesungguhan Dito. Pertengkaran kecil masih terjadi diantara keduanya. Namun Ratno segera menengahi agar pertengkaran itu tidak berlangsung lama. Pernah suatu kali, Ratno memberi pendapat pada Adit agar tidak berbicara seenaknya pada Dito, agar hubungan mereka tidak menjadi semakin jauh.

      “Hei… jangan buang sampah sembarangan!”, teriak Dito saat melihat Adit membuang kertas sembarangan. Kebetulan Ratno mendengar teriakan itu.

      “To, kalau kamu menegur Adit seperti itu, tentu saja dia akan marah”, kata Ratno setelah melihat Dito menjauh dari Adit.

      “Tetapi… No, dia membuang sampah sembarangan! Tentu saja harus ditegur donk!”, kata Dito membela diri.

      “Benar, namun akan lebih baik kalau kamu mendekati Adit, lalu bicara baik-baik padanya”, saran Ratno.

      Terkadang Ratno menegur Adit yang marah saat Dito menyenggolnya dengan tidak sengaja. Ratno menjadi pusing juga menasehati kedua temannya itu, agar mereka tidak mudah tersinggung jika yang seorang melakukan hal yang tidak menyenangkan bagi yang lain.

      “Kalau mereka terus begini tidak akan tercapai keinginanku menjadikan mereka teman yang baik. Aku harus mencari cara agar keduanya dapat saling memahami”, kata Ratno yang mulai bingung.

      Dito yang awalnya mau menjadi teman baik bagi Adit juga mulai mundur karena melihat tingkah Adit yang semakin menjengkelkan.

      “To, masa kamu tidak mau lagi menjadi teman baik bagi Adit?”, tanya Ratno saat Dito mengungkapkan keluhannya.

Bersambung ke hal.7…

Sambungan dari hal. 3…

      “Malas rasanya! Jika hanya aku yang mau memperbaiki diri, sedangkan Adit tidak, kan percuma saja, No!”, ujar Dito dengan wajah jengkel.

      “Ya, kita harus pelan-pelan melakukan pendekatan pada Adit, To”, hibur Ratno mencoba menyabarkan Dito.

      Sebenarnya Ratno mulai jengkel dengan sikap Adit. Dito sudah berusaha menahan diri agar tidak membalas setiap tingkah Adit yang menjengkelkannya. Karena melihat Dito masih mau menjadi teman baik Adit, Ratno mencoba melakukan pendekatan pada Adit.

      “Dit, hari ini kamu ada acara apa?”, tanya Ratno saat pulang sekolah.

      “Tidak ada, No! Memangnya mengapa?”, kata Adit balik bertanya.

      “Aku main ke rumahmu boleh ndak?”, tanya Ratno lagi.

      “Boleh saja”, jawab Adit tidak keberatan.

      GAMBAR CHC2 mekar 11 2015Ratno senang Adit memperbolehkan ia datang ke rumahnya. Namun ia tidak memberitahukan pada Adit kalau ia akan membawa Dito. Pada Dito pun ia tidak mengatakan maksudnya untuk mengajak Dito ke rumah Adit.

      “Mau apa kita ke rumah Adit, No? Ini kan jalan menuju rumahnya”, tanya Dito.

      “Hanya mau berkunjung saja, To! Apa kamu keberatan?”, kata Ratno balik bertanya.

      “Tidak sih! Tetapi kamu tidak mengatakan kepadaku akan ke rumah Adit tadi”, jawab Dito dengan nada agak enggan.

      “Kita coba lagi untuk mendekati Adit, To! Mungkin melalui pembicaraan kita hari ini bisa membuka hati Adit untuk menerimamu sebagai teman baiknya”, kata Ratno. Ketika tiba di rumah Adit, Adit pun terkejut melihat Ratno datang bersama Dito.

      “Maaf Dit, aku mengajak Dito”, kata Ratno saat melihat Adit terkejut.

      “Tidak apa-apa, No”, jawab Adit sambil mempersilakan masuk kedua temannya itu.

      “Beberapa hari lalu aku mengusulkan padamu agar menjadi teman baik Dito, tetapi kamu menolak. Lalu aku mengusulkan hal yang sama pada Dito. Dito menjawab mau, namun jika dia sendiri yang mau, sedangkan kamu tidak, dia jadi enggan. Karena aku ingin kalian berdua menjadi rukun, Dito akhirnya mau”, kata Ratno mengawali pembicaraan.

      “Dan beberapa kali kita masih bertengkar, namun selalu cepat dilerai oleh Ratno. Aku  tidak dapat menahan diri, sehingga sering terpancing untuk membalasmu”, kata Dito mengakui kelemahannya.

      Adit mendengar penjelasan kedua temannya dengan penuh perhatian. Ia juga melakukan kesalahan yang sama seperti Dito, walau tidak bermaksud bertengkar dengan Dito.

      “Sebenarnya aku juga tidak ingin bertengkar. Mungkin caraku yang kurang tepat saat menegurmu, To! Bukan maksudku untuk memancing pertengkaran”, kata Adit.

      “Mungkin kalian berdua punya emosi yang tinggi, jadi mudah tersinggung bila ada sikap yang dirasa tidak pas”, ujar Ratno.

      “Mungkin juga, No! Aku memang cepat tersinggung kalau ada yang menegurku dengan nada kurang enak”, jawab Adit.

      “Aku pun begitu, padahal mungkin maksud teguran itu untuk mengingatkan, hanya aku menangkapnya berbeda”, kata Dito sembari mengakui dirinya juga cepat marah.

      “Tampaknya kalian berdua mulai menyadari kekurangan masing-masing. Aku berharap untuk selanjutnya kalian dapat saling menahan diri. Ayo saling bermaafan dan berjanji memperbaiki diri”, kata Ratno menasehati.

      Adit dan Dito saling bersalaman dan berangkulan. Mereka tersenyum bahagia, karena dapat berbicara dari hati ke hati dan mengakui kelemahan masing-masing, menyadari kekurangan diri. Ratno ikut bahagia, karena misinya mendamaikan kedua temannya sudah berhasil. Sejak pembicaraan itu memang jarang terdengar pertengkaran diantara keduanya. Sesekali Ratno mengingatkan  kalau dilihatnya ada tanda-tanda akan terjadi pertengkaran diantara mereka. Ratno berharap suatu hari nanti Adit dan Dito sungguh menjadi sahabat yang akrab.

Tinggalkan Balasan