Memelihara kehidupan (Renungan oleh Fr. Wolfram Nadeak, Peringatan Wajib Santo Atanasius, 2 Mei 2016)
Memelihara kehidupan
Ketika seekor ulat baralih dari kepompong tampak bagi kita sebuah kehidupan yang halus tak bersuara. Pun ketika melihat seekor burung yang baru menetas, tampak bagi kita cikal hidup yang rapuh, merah yang rentan akan pemangsa. Ketika pagi setelah embun pagi mulai baranjak dari sejuknya, coba kita lihat sejenak sebutir biji yang perlahan mulai mengeluarkan seutas daun halus bahkan belum menyerupai daun yang sangat rapuh, tipis dan nyaris tak bertulang. Itu semua adalah awal kehidupan dasar yang membentuk seluruh bagian hidupnya masing-masing. Kehidupan itu memang lembut tak beringas dan berotot.
Yesus menunjukkan diri-Nya sebagai dasar Hidup melalui hidup dan karya-Nya. Kita bisa melihat bagaimana Ia membela hidup seorang perempuan penzinah, tinggal di rumah sang pemungut cukai Zakeus yang sangat korup, menyembuhkan yang sakit kusta yang terpinggirkan dll. Hidup-Nya berakhir dengan tragis bahkan menggenaskan yakni mati di kayu salib. Hidup-Nya tidak hingar bingar bak pabrik penggiling batu, Ia hanya hadir menawarkan kesejukan, pengharapan dan persaudaraan kepada semua pihak tanpa diskusi dan tawar menawar. Ia menunjukkan kepada kita betapa kehidupan itu harus dibela dan dirangkul dengan cinta dan kedamaian. Untuk kehidupan Ia hadir, bukan hanya hadir Ia memberikan hidupnya bagi keberlangsungan kehidupan.
Kini, di tengah hingar bingar dunia yang serba cepat dan atraktif, di manakah sang kehidupan kita sebagai pengikut Kristus berada? Masih adakah tawaran tempat yang nyaman bagi insan yang terpingirkan tanpa kompromi dan perhitungan? Deru akan perlawanan terhadap kehidupan itu pasti dan telah hadir kini dalam hidup kita. Jika kehidupan berarti Yesus yang kita imani dan yakini, sejauh mana kita telah merawat kehidupan kita ditengah terjangan badai kehancuran yang ditawarkan zaman ini? Sejauh mana kita bertahan atas penistaan dan kepalsuan zaman ini atas hidup kita? Sejauh mana kita bersembunyi dalam alasan-alasan logis kita mengorbankan kerapuhan hidup kita dengan menggantungkan seluruh hidup kita dengan tekhnologi canggih jaman ini? Masih adakah perjumpaan kita satu dengan yang lain yang menyejukkan? Beriman bararti merawat kehidupan. (Oleh Fr. Wolfram Nadeak -Calon Imam untuk Keuskupan Padang)