PERNYATAAN PESERTA ASIAN YOUTH DAY KETUJUH
PERNYATAAN PESERTA ASIAN YOUTH DAY KETUJUH
Kami, para peserta Asian Youth Day ketujuh yang diselenggarakan di Yogyakarta, Indonesia dari tanggal 2 hingga 6 Agustus 2017, merupakan generasi millennial. Kami menghadapi beraneka persoalan dan tantangan dalam menghayati iman Katolik kami. Kami hidup di era globalisasi yang berdampak bagi hidup kami. Kemajuan teknologi yang cepat, menumbuhkan konsumerisme, ketagihan-ketagihan, dan hilangnya jati diri kami karena meredupnya nilai-nilai budaya Asia. Kami tidak mampu menolak modernisasi. Di antara kami mungkin ada yang kurang percaya diri dalam menghayati iman kami. Berhadapan dengan aneka tekanan intoleransi dan perasaan ditinggalkan, kami merasa kurang dekat dengan Tuhan dan ciptaan-Nya. Kami merasa tidak mendapat dukungan yang memadai dari berbagai elemen masyarakat. Oleh karena itu, sebagai Orang Muda Katolik Asia, kami memerlukan kesempatan dan ruang untuk didengarkan dan diperhatikan.
Walaupun menghadapi berbagai tantangan, kami diberi pula berbagai kemampuan untuk mengatasinya. Aneka kemampuan ini memainkan peran penting untuk keberlangsungan iman Katolik. Sebagai orang muda, kami diteguhkan oleh Roh Kudus yang menganugerahi kami kekuatan dan api semangat untuk mewartakan Kabar Gembira di tengah dunia yang multikultur ini. Kami pejuang di garda terdepan. Kami dipersenjatai dengan aneka bakat, keberanian, kepedulian, dan keyakinan. Kemampuan-kemampuan ini menjadi modal yang diperlukan masyarakat guna menjawab aneka tantangan yang dihadapi dunia.
Selama penyelenggaraan Asian Youth Day, kami menemukan bahwa kami memiliki semangat yang membara dalam diri, hasrat untuk mempengaruhi dunia dan meninggalkan jejak khas kami. Kami melihat bagaimana harus hidup dalam masyarakat ketika kami berlainan bahasa dan menjalankan keyakinan iman yang berbeda terutama dalam peristiwa saling berbagi kisah dengan ratusan kaum muda Muslim. Perjumpaan-perjumpaan multikultural ini memampukan kami melihat iman kami dalam terang yang baru. Aneka perjumpaan itu mengobarkan semangat kami. Kami berharap bahwa berkat Roh Kudus, kami mampu menerangi dunia. Biarpun demikian kami sadar, bahwa semangat yang tidak terbimbing bisa menjadi tidak terkendali dan bisa membahayakan sesama. Oleh karena itu, pentinglah bagi kami menerima dukungan dari berbagai pihak dalam menyempurnakan diri dan menjadikan diri sebagai orang muda yang berguna bagi sesama.
Kami memohon dengan sangat, bimbingan para gembala dan pendamping kami dengan keteladanan serta pendampingan yang baik agar kami menyadari bahwa dengan semangat ini kami bisa berdaya guna. Paus Fransiskus berpesan kepada kami, “Hai orang muda terkasih, jangan pendam talenta-talentamu. Talentamu adalah berkat yang telah dianugerahkan Allah kepadamu. Jangan takut memimpikan suatu hal yang besar dalam hidupmu”. Cinta kami akan kehidupan dan pengetahuan dapat membuahkan hal-hal besar, biarpun demikian tetap harus berakar dalam iman dan dalam Roh Allah, agar benar-benar berdampak positif bagi dunia.
Selama sepekan ini, kami merasakan pentingnya hidup berkomunitas, terutama sebagai orang muda yang sedang berjuang menghidupi iman Katolik. Kami semua berusia muda, yang hidup penuh dengan sukacita. Untuk menghayati hidup yang penuh dengan sukacita ini, kami tidak bisa melakukannya sendirian. Bersama Kristus di hati dan bersama komunitas yang mendukung dan menyemangati kami, terutama saat kami menghadapi tantangan hidup, kami akan lebih percaya diri dan tenang dalam menghidupi iman kami. Orang muda memerlukan persaudaraan. Yesus sendiri menjadikan diri sebagai puncak dan sumber iman kami dalam rupa santapan bersama. Sebuah komunitas yang tangguh akan menguatkan dan mempersatukan kami dalam iman, yang selanjutnya menjadikan kami semakin akrab dengan Tuhan. Sekembalinya kami ke tempat asal kami, kami bisa menginspirasi keluarga dan teman-teman agar bersama-sama menjalani dan menghidupi Injil. Kami ingin mengenal Allah melalui aneka persahabatan dan berbagai kegiatan misalnya melalui pendalaman Kitab Suci, merayakan Ekaristi dan melayani Gereja dan masyarakat.
Dalam keberagaman Asia ini, kami hidup di antara perbedaan agama, bahasa, suku, dan budaya, sehingga pentinglah bagi kami untuk melangkah keluar dari zona nyaman dan menjumpai mereka yang berbeda dari kami. Yesus mengajarkan kami untuk mengasihi tanpa syarat. Kami ingin menjadi saksi atas Roh Cintakasih yang sama, yang telah Dia perlihatkan kepada kami. Kami pun bersaksi bahwa kami peduli pada lingkungan hidup – rumah kita bersama, sebagaimana yang telah disampaikan dalam ensiklik “Laudato Si.” Kami berniat mulai melangkah dengan menyampaikan hal ini pada orang lain, dengan pergi menemui mereka di mana pun mereka berada, dan memperoleh pemahaman bersama yang lebih mendalam mengenai kebudayaan mereka. Kami berniat bertindak sebagai fasilitator dan animator persatuan, menciptakan jembatan kasih dan menghormati budaya yang berbeda-beda.
Sebagai tambahan, mengingat bahwa teknologi dan media sosial telah menjadi bagian penting dalam hidup kami sebagai orang muda, kami bertekat menggunakan sarana-sarana ini secara bertanggungjawab untuk menyebarkan pesan yang positif serta kebaikan, bukan hal negatif dan kebencian, menggunakannya untuk mewartakan sabda Allah dan menginspirasi sesama. Dengan demikian, kami dapat menjaga api semangat dalam diri kami agar tetap menyala, dan turut menyalakan hati sesama di sekitar kami.
Allah-lah suka cita dan harapan kita. Kami menyadari bahwa melalui rahmat-Nya, kami dapat menginspirasi orang lain dengan menghidupi sukacita Injil di tengah keanekaragaman dan arus perubahan masyarakat, demi mewujudkan sebuah dunia yang penuh cinta kasih, harmonis dan bersatu padu sebagai utusan-utusan suka cita.
Lapangan Dirgantara Akademi Angkatan Udara Yogyakarta, Indonesia, 6 Agustus 2017
Penyusun:
Brenda Lynn Julianose (Malaysia);
Frederico Rodrigues Pereira (Timor Leste);
Michaela Ruth Calulut Gallardo (Hong Kong);
Michael Sawung Aji Pamenang (Indonesia);
Mark Zeus Quinto (The Phillipines, COYA);
Ngyuyen Thi Thai Hang (Vietnam);