Bentuk-bentuk dan Perjuangan Doa
Sering terungkap dalam percakapan informal pengalaman pribadi tentang hidup doa. Ada umat yang menjadikan doa sebagai kebutuhan dalam hidupnya; ada juga umat yang mengalami doa sebagai perjuangan hidup yang berat. Ia sulit menemukan waktu yang tepat untuk berdoa, sulit konsentrasi ketika berdoa, sulit mendamaikan antara doa dan perbuatannya. Berikut ini tulisan tentang bentuk-bentuk dan perjuangan doa yang dirangkum dari berbagai sumber.
A. Bentuk-Bentuk Doa
Tradisi Gereja menawarkan kepada umat beriman doa yang berulang secara berkala untuk menumbuhkan kecintaan berdoa, seperti: doa harian, ibadat harian, Ekaristi pada hari Minggu, Pesta dan Hari Raya sesuai Tahun Liturgi Gereja. Setiap umat beriman menjawabnya dengan keputusan hatinya dan dengan bentuk ungkapan doa pribadi.
Tradisi Kristen mempertahankan tiga bentuk pokok doa: (1) Doa lisan, (2) Doa renung, dan (3) Doa batin. Ketiganya mempunyai ciri khas yang sama yaitu ketenangan hati.
1. Doa Lisan
Doa ini diungkapkan dalam bentuk kata-kata, baik yang dipikirkan maupun yang dirasakan. Yesus mengajar murid-murid-Nya satu doa lisan: Bapa Kami. Seperti ditunjukkan dalam Injil, Yesus dalam doa-Nya juga mengangkat suara, mengucapkan doa pribadi-Nya. Doa-doa-Nya terbentang dari memuji Bapa dengan penuh gembira (Mat 11:25-26) sampai kepada permohonan dalam sakratul-maut di Taman Getsmani (Mrk 14:36).
Kebutuhan untuk mengikutsertakan pancaindera lahiriah dalam doa sejalan dengan tuntutan kodrat manusiawi. Kita adalah tubuh dan roh, yang merasakan kebutuhan untuk menyatakan perasaan. Kita harus berdoa dengan seluruh diri, supaya sebanyak mungkin memberikan kekuatan kepada permohonan. Namun demikian, yang terpenting adalah hati selalu hadir di depan Dia, kepada Siapa kita berbicara dalam doa. Santo Yohanes Krisostomos menulis: ‘Apakah doa kita dikabulkan, tidak bergantung pada banyaknya kata-kata, tetapi pada kesungguhan jiwa kita?’.
Kiranya menjadi jelas, meskipun kata-kata merupakan hal yang penting dalam doa, namun yang lebih hakiki adalah kata-kata itu timbul dari kedalaman hati. Jangan sampai kita terjebak pada pengertian yang kurang tepat, misalnya mengira doa kita akan dikabulkan Tuhan jika diungkapkan dengan kata yang indah, memenuhi tata bahasa yang baik, dan dengan rangkaian kata-kata yang mendetail. Dalam pengajaran-Nya, Yesus berfirman: “…dalam doamu itu janganlah kamu bertele-tele seperti kebiasaan orang yang tidak mengenal Allah. Mereka menyangka bahwa karena banyaknya kata-kata doanya akan dikabulkan’ (Mat 6:7).
2. Doa Renung
Doa renung atau meditasi pada dasarnya adalah satu pencarian. Roh mencari agar mengerti alasan dan cara kehidupan Kristen, agar dapat menyetujui dan menjawab apa yang dikehendaki Tuhan. Tradisi Kristen memberi suatu pilihan yang sangat luas. Kitab Suci (terutama Injil), simbol, teks-teks liturgi, tulisan-tulisan dari bapa-bapa Gereja, bahkan ‘buku besar’, yakni alam ciptaan, terutama halaman yang dibukakan Tuhan pada ‘hari ini’.
Merenungkan apa yang sudah kita baca atau alami, berarti bertemu dengannya dan menjadikannya milik diri. Seorang Kristen harus bermeditasi secara teratur. Kalau tidak, ia akan menyerupai jalan atau tanah yang berbatu atau yang penuh dengan duri-duri, sebagaimana dikatakan dalam perumpamaan tentang penabur (Mrk 4:4-7.15-19).
Metode meditasi sangat beragam. Namun suatu metode hanyalah merupakan suatu penuntun; yang terpenting adalah maju bersama Roh Kudus menuju Yesus Kristus, jalan doa satu-satunya. Beberapa contoh pertanyaan panduan dalam meditasi adalah:
*Apakah yang kubaca tentang Tuhan?
*Adakah janji Tuhan bagiku?
*Adakah perintah yang harus ku taati?
*Apak yang Tuhan kehendaki melalui bacaan/peristiwa ini?
*Apakah yang harus aku lakukan?
3. Doa Batin
Apakah doa batin? Santa Teresia dari kanak-kanak Yesus menjawab: ‘Menurut saya, doa batin itu tidak lain dari satu pergaulan yang sangat ramah, di mana kita sering kali berbicara seorang diri dengan Dia, tentang Siapa, kita tahu bahwa Ia mencintai kita’.
Waktu dan lamanya doa batin tergantung pada kehendak yang tegas, di dalamnya terungkap rahasia-rahasia hati. Kita belum berdoa, kalau lamanya sesuai waktu yang kita punya, namun belum meluangkan waktu secukupnya untuk hadir di hadirat Tuhan. Apa pun situasinya, hendaknya selalu ada kemungkinan untuk masuk ke dalam doa batin. Santo Yohanes dari salib menyatakan, “Doa batin adalah ungkapan misteri doa yang paling sederhana: mendengarkan Sabda Allah, berdiam diri dan cinta kasih yang tidak banyak kata.”
B. Perjuangan Doa
Pendoa-pendoa dari Perjanjian Lama, Bunda Maria, dan para kudus serta Yesus sendiri mengajarkan kita bahwa berdoa berarti berjuang.
Melawan siapa? Melawan diri sendiri dan melawan tipu daya penggoda yang melakukan segala-galanya untuk mencegah manusia dari doa, dari persatuan dengan Allah. Perjuangan hidup orang Kristen tidak bisa dilepaskan dari perjuangan doa.
Dalam perjuangan doa, kita perlu menanggapi pandangan keliru mengenai doa yang ada sekitar kita:
* Berdoa itu satu peristiwa psikologis semata.
* Berdoa itu satu usaha konsentrasi untuk sampai kepada kekosongan batin.
* Berdoa adalah satu sikap dan kata-kata ritual
* Berdoa adalah kesibukan yang tidak dapat disesuaikan dengan kesibukan lain, sehingga sering ada keluhan: tidak mempunyai cukup waktu.
Kita juga harus berjuang pula melawan apa yang kita alami sebagai kegagalan dalam doa, termasuk diantaranya:
* Rasa acuh karena seakan tidak butuh.
* Rasa sedih karena tidak bisa memberi diri secara utuh.
* Rasa kecewa karena doa kita tidak dikabulkan sesuai dengan kehendak kita sendiri.
* Rasa sombong dan berkeras hati untuk tidak mau tunduk dan takhluk di hadapan Tuhan.
Maka kita harus berupaya menghilangkan halangan-halangan ini dengan berjuang supaya rendah hati, percaya dan tabah.
C. Godaan Dalam Doa
Godaan yang paling sering dan tersembunyi adalah (1) kekurangan iman dari pihak kita. Secara jelas hal ini dapat kita rasakan ketika sedang berdoa de facto hati kita lebih dikuasai oleh hal-hal lain. Sewaktu kita mulai berdoa seribu satu pekerjaan dan kesusahan, kita anggap lebih mendesak dan lebih penting. Suatu ketika kita menghadap Tuhan sebagai pertolongan kita yang terakhir, tetapi kita tidak benar-benar yakin akan pertolongan-Nya. Pada waktu lain kita menjadikan Tuhan andalan kita, namun hati kita tetap tergoda untuk mengandalkan kemampuan diri sendiri. Sesungguhnyalah: ‘Di luar Aku, kamu tidak dapat berbuat apa-apa’ (Yoh 15:5).
Satu godaan lain adalah (2) kejenuhan. Hal ini disebabkan oleh berkurangnya kemampuan kita untuk merasakan betapa ‘nikmatnya’ Tuhan. Godaan lain lagi adalah (3) pikiran melayang. Pikiran melayang menyatakan kepada kita, apa yang kita cintai. Ketika kita menyadari akan hal ini hendaklah kita cepat-cepat membangkitkan hati untuk mengutamakan Dia di atas segalanya.
D. Tabah Dalam Doa
Lalu, bagaimanakah sikap kita selanjutnya? ‘Tetaplah berdoa’ (1Tes 5:17). ‘Ucapkanlah syukur senantiasa atas segala sesuatu dalam nama Tuhan kita Yesus Kristus kepada Allah dan Bapa kita’ (Ef 5:20). ‘Berdoalah setiap waktu di dalam Roh dan berjaga-jagalah di dalam doamu itu dengan permohonan yang tidak putus-putusnya…’ (Ef 6:16). ‘Kita tidak diwajibkan untuk tetap bekerja, berjaga-jaga dan berpuasa. Tetapi adalah satu hukum bagi kita, supaya berdoa dengan tidak putus-putusnya’ (Evagrius).
Semangat yang tidak kenal lelah ini hanya dapat berasal dari cinta. Cinta akan doa membukakan hati kita untuk tiga kepastian iman yang menghidupkan:
1. Doa itu selalu mungkin.
Bagi yang memiliki cinta yang besar pada Tuhan, doa selalu mungkin, doa selalu bisa dilaksanakan. Sebab Dia dapat kita jumpai kapan saja dan di mana saja. Sesuai firman-Nya: ‘Aku menyertai kamu senantiasa’ (Mat 28:20). Betapapun besarnya angin ribut (Luk 8:24), Ia tetap bersama kita memberi ketenangan dan pertolongan.
‘Malahan di pasar atau waktu berjalan-jalan dalam kesunyian kamu dapat sering dan dengan rajin berdoa. Juga, apabila kamu duduk di dalam perusahaan, atau waktu menjual atau membeli, malahan juga waktu kamu memasak’ (Yohanes Krisostomus).
2. Doa itu mutlak perlu.
Buktinya, kalau kita tidak membiarkan diri senantiasa dibimbing Roh, kita jatuh kembali ke dalam perhambaan dosa (Gal 5:16-25). Bagaimana Roh Kudus dapat menjadi kehidupan kita kalau hati kita jauh dari-Nya? ‘Tidak ada suatu pun yang lebih bernilai dari pada doa: doa membuat yang tidak mungkin menjadi mungkin, dan yang berat menjadi ringan. Seorang manusia yang berdoa, tidak mungkin berdosa’ (Yohanes Krisostomus)
3. Berdoa dan hidup kristiani tidak dapat dipisahkan.
Karena keduanya menyangkut cinta dan pengurbanan yang menyangkut keserupaan sederhana dengan keputusan Bapa, menyangkut persatuan yang sama dalam Roh Kudus dan yang membuat kita menjadi makin serupa dengan Yesus Kristus. ‘Orang yang menghubungkan doanya dengan perbuatan, dan perbuatannya dengan doa, dia berdoa tanpa henti-hentinya. Hanya dengan demikian kita dapat yakin bahwa prinsip untuk berdoa setiap saat, dapat terlaksana’ (Origenes).
Bagaimana dengan kita? Apa tindakan kita selanjutnya?