Tanda Salib Kecil Ketika Injil Dibacakan
MEMBUAT TANDA SALIB KECIL dengan menggunakan ibu jari (jempol) di dahi, mulut dan dada, ketika Dialog Pembuka Bacaan Injil, sambil mengucapkan, ‘Dimuliakanlah Tuhan’.
Adegan itu merupakan salah satu bentuk penghormatan ketika pembacaan Injil. Sebagaimana diajarkan oleh Gereja bahwa dalam liturgi, Injil memiliki kedudukan yang istimewa dibandingkan dengan kedua bacaan yang mendahuluinya. Oleh karena itu ketika pembacaan Injil terdapat beberapa adegan dan ungkapan yang menunjukkan keistimewaan itu, antara lain: sebelum pembacaan ada dialog yang disertai tata gerak tertentu, selama pembacaan umat berdiri dan sesudah pembacaan ada aklamasi atau seruan yang berbeda dengan aklamasi pada bacaan-bacaan sebelumnya.
Yang masih dianggap belum dilaksanakan secara baik dan benar adalah ketika dialog pembuka pembacaan Injil. Ketika Imam mengucapkan, “Inilah Injil Yesus Kristus menurut … (Matius/Markus/Lukas/Yohanes)”, umat menjawab, “Dimulialakanlah Tuhan” sambil membuat tanda salib kecil dengan menggunakan ibu jari (jempol) di dahi, mulut dan dada. Secara umum tindakan/edegan itu ingin mengungkapkan: sabda Tuhan dipikirkan dengan akal budi, diwartakan dengan mulut dan direnungkan di dalam hati. Mengingat luhurnya maksud yang terkandung dalam tindakan/edegan itu, maka seyogianya kita laksanakan dengan sebaik-baiknya, tidak asal-asalan. Berdasarkan pengamatan sekilas, yang sering terjadi pada beberapa umat adalah mengucapkan kata-kata “Dimuliakanlah Tuhan” tetapi tidak membuat tanda salib pada dahi, mulut dan dada. Atau sebaliknya, membuat tanda salib pada dahi, mulut dan dada tetapi tidak mengucapkan, “Dimuliakanlah Tuhan”. Bisa jadi kata-kata itu diucapkan dalam hati, sehingga tidak terdengar, atau tidak terlihat sedang mengucapkan kata-kata itu. Namun yang diharapkan oleh Gereja adalah kata-kata itu sungguh diucapkan secara verbal, sehingga terdengar, meskipun tidak perlu dengan suara keras atau berteriak.
Perlu diingat bahwa tata gerak dan ungkapan itu hanya dilakukan ketika Perayaan Ekaristi, atau ketika pembacaan injil dilakukan oleh kaum tertahbis (Imam). Ketika Perayaan Sabda Hari Minggu dan Hari Raya, sesuai ketentuan yang baru (th 2013) tata gerak dan ungkapan itu tidak dilakukan.